Monday, June 13, 2011

Hukum Suami Tidak Memberi Nafkah Bathin

Hukum Suami Tidak Memberi Nafkah Bathin

Kalau bicara hukum fiqihnya, seorang wanita yang suaminya tidak mampu melakukan hubungan seksual, berhak untuk mengajukan gugatan cerai. Karena hubungan seksual termasuk salah satu kewajiban utama seorang suami, sebagaimana kewajiban suami utama lainnya adalah memberi nafkah lahiriyah. Tetapi semua itu lebih merupakan hak seorang istri. Artinya, kalau seorang istri rela dengan keadaan suaminya yang tidak mampu itu, dan dia sabar untuk tidak melakukan kebutuhan biologisnya serta mampu menjaga dirinya dari zina dan sejenisnya, maka tentu dia berhak untuk tidak minta cerai. Akan tetapi seringkali juga yang namanya hubungan seksual tidak dapat dibendung. Bukan karena hiperseks, tetapi karena memang wajar dan manusiawi. Sebab setiap orang yang sehat dan normal pastilah memiliki hasrat seksual secara normal. Dan hal ini diakui dalam syariah Islam.

Tatkala seorang istri tidak bisa mendapatkan kepuasan hasrat seksual dari suaminya, maka tidak ada pilihan lain. Kasusnya beda dengan bila istri yang tidak bisa memberikan nafkah seksual, suami tidak perlu menceraikan istrinya karena bisa nikah lagi (poligami). Tetapi kalau yang tidak mampu melayani secara seksual justru sang suami, maka istri tidak bisa kawin lagi, kecuali dengan cerai dulu dari suaminya. Tapi sekali lagi, cerai dari suami yang tidak mampu memberi nafkah batin itu bukan kewajiban, melainkan merupakan hak yang dimiliki oleh seorang istri. Dia bisa menggunakan haknya dan bisa juga tidak menggunakan hak itu. Yang pasti, kalau dia tidak menggunakan haknya itu, berzina dan mendapatkan kenikmatan seksual dari selain suaminya tetap haram. Dalam hal ini tidak berlaku dispensasi. Adalah menjadi hak sang istri untuk bertindak realistis untuk mendapatkan haknya, yaitu minta cerai dan kawin lagi dengan laki-laki yang sehat dan normal. Tindakan itu tentu sangat realistis dan dibenarkan secara syara. Hukum Allah dan hukum manusia (sekuler) menerima hal itu dan juga mendukungnya.

Apakah Suami Berdosa? Suami jelas berdosa ketika tidak memberi nafkah batin kepada istrinya secara sengaja, padahal dia punya kemampuan untuk melakukannya. Dengan alasan apa pun, seorang istri berhak untuk mendapatkan hubungan intim dari suaminya yang sehat. Tapi kasusnya menjadi lain kalau ternyata latar belakangnya karena ketidak-mampuan untuk melakukannya, mungkin karena faktor medis, psikologis (non medis), bahkan seringkali pula karena perpaduan antara keduanya. Suami yang nyata tidak mampu melayani secara seksual bukan karena sengaja, tentu tidak berdosa. Sebab kekurangan itu memang sesuatu yang tidak bisa dipilih-pilih. Yang menjadi dosa misalnya kalau sejak awal dia memang tidak mampu dan tahu bahwa dirinya tidak mampu, lantas menikahi seorang wanita tanpa memberitahukan keadaaannya yang tidak mampu itu. Kalau demikian kasusnya, jelaslah dia telah menipu dan berdosa. Kalau kasusnya memang seperti di atas, karena memberi nafkah batin hukumnya wajib. Suami harus menerima keadaannya yang demikian dan harus bersikap realistis.

Terkadang, faktor hilangnya rasa percaya diri suami malah jadi penghambat utama. Maksudnya, seorang suami merasa kecewa mengetahui bahwa dirinya punya masalah seksual. Tapi dia tidak bisa secara jantan mengakuinya. Akibatnya, reaksinya malah aneh-aneh. Mulai dari menjauhi pembicaraan tentang hubungan seksual, sampai suka memanjakan istrinya dengan membelikan hadiah dan barang-barang yang mahal yang mampu dibelikan. Entah kenapa, mungkin dalam pikiran suami, dengan membelajakan istri dengan barang mahal dianggap merupakan semacam kompensasi dari kekurangannya memberi nafkah batin. Tapi kebutuhan seksual seorang istri tentu tidak akan hilang dan tergantikan begitu saja hanya dengan membelikan buat istri segala yang wah sampai istana termegah, mobil termewah, atau harta berlimpah. Mungkin istri malah tidak butuh semua itu. Ibaratnya, biarlah tinggal di gubuk derita dan makan sepiring berdua, asalkan suami tetap bisa memberikan kehangatan. Semoga Allah SWT memudahkan semua urusan kita. Amien, Wallahu a’lam bishshawab…




*dikutip dari berbagai sumber

5 comments:

  1. Baru tahu, ternyata nafkah batin atau kebutuhan sex bukan sekedar kewajiban perempuan, tapu juga kebutuhan yang harus dipenuhi.

    ReplyDelete
  2. Mau tanya ust..bagai mana jika seorang suami berjanji di dalam hatinya untul tidak menggauli istrinya di karenakan maresa jengkel??

    ReplyDelete
  3. waduh....kok gitu....kasian sama isterinya...

    ReplyDelete
  4. Saya sudah meninggalkan kewajaban sebagai istri dan minggat tanpa pamit,lalu saya jg yg menggugat suami saya cerai tanpa persetujuan suami,dan sdh mendapat putusannya,hal yg saya tanyakan suami saya merasa tidak mencerai,tp masih sayang..trus minta saya kembali..kalau kita berhubungan suami istri apakah masih boleh atau sudah bukan mukrimnya..mohon pencerahannya

    ReplyDelete
  5. Sy mahu tanya bagaimana pula kalau isteri yg tidak mahu atas alasan kesihatan diri adakah suami boleh berkahwin lain dan isteri juga mendorong..mintak penjelasan

    ReplyDelete